Jumat, April 19, 2024
BerandaBale Kota BandungMemperingati Hari Lahir Inggit Garnasih, Ibu Bangsa Berjuta Jasa Buat Soekarno

Memperingati Hari Lahir Inggit Garnasih, Ibu Bangsa Berjuta Jasa Buat Soekarno

Poto Repro Inggit Garnasih. by Agus Bebeng.

BANDUNG – Nama Inggit Garnasih tak bisa dilepaskan dari Presiden pertama RI Soekarno. Inggit adalah sosok perempuan yang sangat berpengaruh bagi perjalanan hidup Soekarno. Saat awal Soekarno menjadi aktivis dan pejuang kemerdekaan Indonesia, Inggit lah perempuan yang setia mendukung dan menemaninya dalam senang maupun sulit.

Besok, Minggu 17 Februari, adalah tanggal kelahiran Sang Ibu Bangsa. Beragam cara pun dilakukan oleh masyarakat buat memperingati kelahiran Bu Inggit yang ke-130. Bu Inggit lahir tahun 17 Februari 1888 di Desa Kamasan Banjaran, Kabupaten Bandung,

Salah satunya dilakukan Sakola Ra’jat (SR) Iboe Inggit Garnasih bersama mahasiswa dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kota Bandung. Mereka menyambut Hari Lahir Inggit Garnasih melalui pertunjukan tari bertema “Bulan Cinta Ibu Bangsa Inggit Garnasih Ke-4” memperingati Hari Lahir Perintis Kemerdekaan, Mahaputera Utama, Ibu Agung Inggit Garnasih ke-130 tahun.

Sebelum memulai aksinya sebanyak 17 penari yang berasal dari SR Iboe Inggit Garnasih dan Mahasiswi ISBI berkumpul di rumah Ibu Inggit, di Jalan Ciateul, Kota Bandung pada Minggu (4/2/18) lalu. Dengan memakai kebaya khas Jawa Barat, ke-17 penari itu sembari membawa foto Inggit, melenggak-lenggok sesuai dengan interpretasi atau tafsiran masing-masing tentang sosok Inggit Garnasih.

Tarian dimulai dari rumah bersejarah Ibu Inggit Garnasih lalu menyusuri Jalan Astanaanyar dan masuk ke Gang Liogenteng. Mereka menari di gang yang dilalui untuk mengenalkan sosok Inggit Garnasih kepada masyarakat sekitar.

Tarian berakhir di Lapangan Aula RW 05 Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar dan disambut oleh murid-murid SR Iboe Inggit Garnasih dengan menyanyikan lagu Indonesia Pusaka.

“Selama Februari ini kita melakukan berbagai kegiatan untuk mengenalkan sosok Ibu Inggit ke masyarakat, termasuk masyarakat di Lio Genteng, Astananyar. Karena emang lokasinya berdekatan dengan rumah Ibu Inggit,” kata Gatot Gunawan, salah satu koordinator acara, dikutip Antara, Minggu (4/2/18).

Gatot mengatakan, sosok Inggit Garnasih memiliki peran sentral dalam kemerdekaan Indonesia khususnya bagi Soekarno. Maka sudah sepantasnya untuk terus mengenang jasa-jasa Inggit.

“Tari jadi media untuk mengenalkan Ibu Inggit ke masyarakat. Kita menggunakan cara lain melalui seni pertunjukan tari di jalanan, karena di masyarakat sendiri tidak tahu siapa Ibu Inggit. Minimal mengingatkan memori orangtua mereka,” jelasnya.

Menurutnya, bulan Februari akan dijadikan sebagai Bulan Cinta Ibu Bangsa Inggit Garnasih. Berbagai kegiatan pun akan berlangsung untuk lebih mengenang dan mengenal sosok Inggit.

Pada Jumat (16/2) malam diadakan pawai obor dan doa bersama di Aula RW 05 Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar. Lanjut ke besok Minggu 17 Februari akan berlangsung ziarah ke makam Inggit di Pemakaman Umum Porib Babakan Ciparay, dan diakhiri dengan penutupan Bulan Cinta Ibu Bangsa berupa laga persahabatan sepakbola pada tanggal 25 Februari.

“Kami berharap Kota Bandung tidak kehilangan identitas sebagai kota kawah candradimukanya para pejuang dan spirit Ibu Inggit Garnasih dapat terus hidup dikalangan generasi muda,” ucap Gatot.

Inggit Garnasih adalah istri kedua Bung Karno. Keduanya kenal pertama kali saat Soekarno masih menjadi mahasiswa ITB dan kost di kediaman Haji Sanusi, anggota Sarekat Islam (SI), yang tak lain adalah suami Inggit. Saat itu, Soekarno dan Inggit masing-masing sudah menikah.

Soekarno saat itu beristri Oetari, anak dari HOS Tjokroaminoto. Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta muncul di antara keduanya. Retaknya rumah tangga masing-masing pihak membuat benih cinta keduanya makin bersemi. Akhirnya, Soekarno memutuskan menceraikan Oetari dan mengembalikannya kepada HOS Tjokroaminoto yang tak lain adalah gurunya.

Singkat cerita, Sanusi akhirnya menceraikan Inggit setelah mengetahui sang istri menjalin hubungan asmara dengan Soekarno. Sanusi lantas merelakan Inggit dinikahi Soekarno. Sejak itu Inggit menjadi orang yang sangat berjasa bagi Soekarno. Inggit selalu hadir dalam semua kesulitan Soekarno. Saat dipenjara dan dibuang Belanda, Inggit setia menemani.

Namun, benih keretakan rumah tangga akhirnya muncul. Setelah 20 tahun menikah, keduanya belum juga diberikan keturunan oleh Tuhan. Bung Karno yang usianya 13 tahun lebih muda dari Inggit sangat menginginkan anak. Soekarno pun berniat menjadikan Inggit istri pertama dan menikahi Fatmawati, anak tokoh Muhammadiyah di Bengkulu yang dikenalnya saat diasingkan di sana.

Rencana itu ditolak tegas Inggit. Dia lebih memilih berpisah ketimbang harus dimadu. Akhirnya, keduanya bercerai pada 1943. Soekarno kemudian menikahi Fatmawati. Inggit kemudian kembali ke Bandung.

Tahun 1960, Soekarno pernah mendatangi Inggit di Bandung. Saat itu, Inggit sudah berumur 72 tahun. Sementara Soekarno berusia 59 tahun dan sedang berada di puncak kekuasaannya setelah mengeluarkan dekrit presiden tahun 1959 dan membentuk sistem pemerintahan presidensial.

Sang pemimpin besar revolusi kemudian meminta maaf karena telah menyakiti hati Inggit. Pada waktu itu Inggit menjawab, “Tidak usah meminta maaf Kus. Pimpinlah negara dengan baik, seperti cita-cita kita dahulu di rumah ini.”

“Negara kita ini, untuk kita semua, untuk seluruh rakyat dan untuk seluruh keturunan bangsa kita,” demikian dikutip dalam leaflet ‘Rumah Bersejarah Inggit Garnasih’, dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Inggit menatap Soekarno yang berdiri dengan jas kebesarannya. Dia kemudian memegang bahu Soekarno. Dalam bahasa Sunda, Inggit menyampaikan nasihatnya. Sama seperti yang selalu dilakukannya dulu sejak berkenalan dengan Soekarno di Bandung tahun 1921. Inggit juga selalu memanggil Soekarno dengan Kusno, nama kecilnya.

“Kus, ini baju pemberian rakyat. Kus harus ingat dan harus bisa menjaganya. Jangan sampai melupakan mereka,” kata Inggit seperti ditulis Tito Zeni Asmara Hadi dalam pengantar buku Kuantar ke Gerbang karangan Ramadhan KH yang diterbitkan Bentang.

Inggit berumur panjang. Dia melihat Orde Lama tumbang dan digantikan Orde Baru. Soekarno yang dulu jaya, diasingkan Soeharto dalam Wisma Yasoo di Jl Gatot Soebroto, Jakarta. Jika Belanda mengasingkan Soekarno ke Flores dan Bengkulu, maka kini Soekarno dibuang oleh bangsanya sendiri.

Dalam kesendirian Soekarno meninggal tahun 21 Juni 1970. Inggit terisak sedih melihat cinta lamanya pergi mendahului dirinya. “Kus, gening kus teh miheulaan, ku Inggit didoakeun…” artinya kira-kira “Kus, Ternyata Kus pergi lebih dulu. Inggit mendoakanmu..”

Kelak istri-istri Soekarno justru rajin mengunjungi Inggit di Bandung. Fatmawati, Hartini, hingga Ratna Dewi. Semuanya menghormati sosok wanita tua yang luar biasa ini.

Inggit meninggal tanggal 13 April 1984 dan dimakamkan di Pemakaman Babakan Ciparay Bandung. Saat meninggal usia Inggit 96 tahun.

Soekarno mengakui Inggit bukanlah wanita yang pintar berorasi dan pintar dalam akademik. Inggit adalah seorang wanita yang bijaksana, pintar melayani suami dan selalu memberi semangat. Tanpa ditopang Inggit, Soekarno tak akan belajar menjadi seorang pemimpin besar. []

BERITA LAINYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERKINI