Jumat, April 19, 2024
BerandaBale JabarNih, Kronologis Tanah Eks Perkebunan Jatinangor

Nih, Kronologis Tanah Eks Perkebunan Jatinangor

Ahli Waris WA Baron Baud, Roni Iswara didampingi kuasa hukumnya HM Rizal Fadillah SH (kedua dari kiri) saat konferensi pers di Bandung, Senin (13/3). by iwa/bbcom
Ahli Waris WA Baron Baud, Roni Iswara didampingi kuasa hukumnya HM Rizal Fadillah SH (kedua dari kiri) saat konferensi pers di Bandung, Senin (13/3). by iwa/bbcom

BANDUNG – Tanah eks Perkebunan Jatinangor dahulu dikenal dengan nama NV Maatschappij Tot Exploitate Der Ondernemingen Door MR WA Baron Baud atau NV Jatinangor. Perkebunan ini didirikan William Abraham (WA) Baron Baud tahun 1841.

WA Baron Baud lahir di Batavia tahun 1816, anak dari pasangan Wilhelmina Hearieete dan Jean Chretien Baud (Gubernur Hindia Belanda Timur 1834-1860). Sebagai anak gubernur yang jadi pengusaha, Baron Baud membeli tanah seluas 970 Hektar, sebagaimana dalam bukti kepemilikan Eigendom Verponding No 3 atas nama WA Baron Baud. Awalnya, lahan itu dipakai untuk usaha perkebunan teh, kemudian diganti dengan tanaman karet.

Baron sempat menikah dengan warga negara asing, tapi tidak punya keturunan. Pada Ahad 9 Agustus 1857, Baron menikah dengan wanita pribumi bernama Antjiah dan dikaruniai puteri Baronesse Ida Louise Junia Baud alias Mimosa.

Setelah Baron meninggal (1879), usaha perkebunan atas nama miliknya dikelola bersama Antjiah dan puterinya Mimosa. Mimosa meninggal 1920 tanpa suami dan keturunan. Antjiah pun meninggal tahun 1933. Mengingat tidak ada keturunan, maka ahli waris Baron adalah saudara laki-laki satu-satunya yaitu Bangin.

Setelah Bangin meninggal, maka ahli waris Baron yang berhak mewarisi harta peninggalannya adalah keturunan Bangin, sebagaimana dinyatakan berdasar Penetapan Pengadilan Agama Sumedang No 156/Pdt.P/2013/PA.Smd tanggal 19 November 2013.

Pada masa pendudukan Jepang, semua usaha perkebunan Baron jadi terlantar dan aset-aset diambil alih Pemerintah Jepang. Setelah kemerdekaan, terjadi penataan sektor pertanahan yang puncaknya dengan penerbitan UU Pokok Agraria tahun 1960. Khusus untuk mengatur dan menata tanah-tanah partikelir/kepemilikan asing, pemerintah menerbitkan UU Landreform yaitu UU No 1 tahun 1958. Hampir semua tanah-tanah partikelir yang luasnya lebih dari 10 bouw, dikenakan nasionalisasi dengan ganti rugi.

Adapun tanah eks Perkebunan Jatinangor milik Baron, tidak termasuk yang terkena penghapusan atau nasionalisasi. Hal ini terbukti dengan tidak adanya dalam daftar nasionalisasi, sebagaimana pada buku yang diterbitkan Direktorat Landreform Departemen Dalam Negeri Dirjen Agraria, data akhir Desember 1978.

“Ternyata, tanpa alas hak yang benar, tanah eks Perkebunan Jatinangor dinyatakan sebagai tanah hak Erfpacht yang telah habis masa berlakunya, lalu diberikan Hak Guna Usaha kepada Pemprov Jawa Barat,” kata kuasa hukum ahli waris, HM Rizal Fadillah SH, saat konferensi pers di Bandung, Senin (13/3/17).

Padahal, imbuh Rizal, tanah tersebut bukan tanah Erfpacht, melainkan tanah Eigendom. “Ahli warisnya yang sah, memiliki bukti asli akta Eigendom Verponding tersebut. Ada juga pihak-pihak yang mengklaim, tapi tidak memiliki bukti asli hak Erfpacht tersebut,” ungkap Rizal.

Kedua, imbuh Rizal, adalah salah satu pelanggaran yang nyata terhadap kententuan UU Pokok Agraria bahwa HGU itu ditujukan bagi suatu perusahaan, bukan untuk pemerintahan. Pasal 28 ayat (1) UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyatakan, HGU hanya diberikan untuk perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.

Setelah HGU Pemprov Jabar habis masa berlakunya tanggal 31 Maret 1990, ternyata pada 1992 masih diterbitkan Peraturan Daerah Pemprov Jabar No 11 tahun 1992, yang menetapkan peruntukkan tanah lahan eks Perkebunan Jatinangor tersebut bagi Kampus IPDN, Kampus Unpad, Kampus Ikopin, Yayasan Unwim, Greenbelt, Pramuka, dan lahan konservasi.

“Hal ini dapat dikualifikasikan melanggar hukum, sebab terhadap tanah yang dikuasai langsung oleh negara (karena HGU habis), tidak berhak Pemprov jabar menentukan pengaturan atau pengalihan apapun,” tandas Rizal.

Sehubungan dengan proyek pembangunan jalan Tol Cisumdawu yang melintasi tanah eks Perkebunan Jatinangor, Seksi I yang melintasi tanah yang dikuasai IPDN, ahli waris Baron terus mengupayakan ke berbagai instansi terkait tentang status kepemilikan tanah tersebut.

“Terutama setelah pada tahun 2013, ahli waris Baron mendapatkan bukti Eigendom Verponding No 3 asli, yang diberikan Balai Harta Peninggalan departemen Hukum dan HAM dan telah mendapatkan penetapan ke ahli warisnya yang sah dari Pengadilan Agama Sumedang,” beber Rizal.

Setelah mendengan pemaparan ahli geodesi, Kemendagri menetapkan bahwa Eigendom Verponding No 3, bernar berlokasi di Jatinangor. Sementara Kementerian BUMN telah mengatur pula mekanisme pembayaran pembebasan lahan yang terkena proyek jalan tol kepada ahli waris Baron Baud tersebut. [iwa]

BERITA LAINYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERKINI