
LEMBANG, Balebandung.com – Kawasan hutan konservasi yang dikelola Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Barat yang berada di hulu DAS Citarum berperan penting dalam menyediakan beragam jasa lingkungan bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup yang berada di hilirnya.
Dengan potensi keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi, jasa lingkungan hutan yang tinggi seperti aliran air bersih, wisata alam, dan serapan karbon untuk pengendalian iklim memposisikan hutan-hutan konservasi tersebut menjadi sangat penting untuk dikelola secara lestari.
Untuk membantu meningkatkan kinerja pengelolaan hutan konservasi tersebut, GEF (Global Environment Facility) melalui Asian Development Bank (ADB) memberikan hibah melalui proyek CWMBC (Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation) kepada BBKSDA sejak tahun 2013 yang akan berakhir tahun 2016 ini.
Implementasi proyek CWMBC di hutan konservasi yang dikelola BBKSDA Jawa Barat dilakukan di tujuh kawasan konservasi. Ketujuh kawasan konservasi itu adalah yaitu Cagar Alam (CA) Gunung Tilu, CA Kamojang, Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang, Taman Buru Masigit Kareumbi, CA Tangkuban Parahu, TWA Tangkuban Parahu dan CA Burangrang dengan total luas mencapai 32.780 ha. Dari luas total tersebut, luas ketujuh hutan konservasi yang berada di hulu DAS Citarum adalah 15.869 ha.
Program CWMBC tersebut dibagi ke dalam empat komponen kegiatan, yaitu ;
(a) Komponen 1: Survei Keanekaragaman Hayati (kehati), Pemetaan Habitat, dan Pembangunan Sistem GIS untuk Perbaikan Perencanaan dan Tindakan Pengelolaan Kawasan Konservasi;
(b) Komponen 2: Proyek Percontohan Restorasi Kawasan Konservasi;
(c) Komponen 3: Pendanaan Berkelanjutan untuk Konservasi Kehati Melalui program Imbal Jasa Lingkungan (PES, Payment for Ecosystem Services); serta
(d) Komponen 4: Pengarusutamaan Konservasi kehati di dalam Lansekap Produksi.
Dengan akan berakhirnya proyek CWMBC, maka ADB melakukan kegiatan evaluasi terhadap implementasi proyek yang telah dijalankan. Untuk itu, ADB menggelar FGD TER (Terminal Evaluation Report) terhadap proyek CWMBC yang dilaksanakan di CA Burangrang dan CA/TWA Tangkuban Parahu, di Hotel Yehezkiel Lembang (Rabu,27/4/16).
Forum Discussion Group (FGD) ini diikuti oleh peserta yang langsung terlibat dalam kegiatan proyek, diantaranya adalah perwakilan kelompok MDK (Model Desa Konservasi), aparat desa, fasilitator desa MDK, counterpart komponen CWMBC, indvidual consultant (IC) CWMBC, serta pimpinan dan staf BBKSDA Jawa Barat.
Konsultan ADB Dr Hikmat Ramdan menandaskan pentingnya upaya meningkatkan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi (KK), meningkatkan peran serta pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian hutan konservasi, serta mendorong berkembangnya mekanisme imbal jasa lingkungan (payment for ecosystem services, PES) yang disediakan oleh hutan konservasi.
“Jasa lingkungan yang disediakan hutan konservasi seperti halnya aliran air yang selama ini dinikmati berbagai pengguna air di hilirnya, perlu diapresiasi oleh pengguna air melalui mekanisme PES. Sehingga tanggung-jawab kelestarian hutan konservasi tidak hanya berada di pengelola hutan tetapi juga menjadi tanggung-jawab penerima manfaat jasa lingkungannya,” papar Hikmat dalam pengantar diskusinya.
Hikmat yang juga dosen SITH ITB dan berpengalaman luas di bidang pengelolaan jasa lingkungan ekosistem hutan ini menyampaikan apresiasinya atas proses FGD yang berjalan baik, dinamis dan konstruktif, sehingga hasil FGD tersebut akan dijadikan bahan penting dalam evaluasi proyek yang tengah dilakukannya.
Selanjutnya paparan narasumber pelaksanaan CWMBC di BBKSDA yang disampaikan M Yusuf Indrabrata (KBTU BBKSDA Jabar) yang mewakili Kepala BBKSDA Jabar. Yusuf memaparkan pelaksanaan CWMBC di tujuh kawasan konservasi dinilai membantu peningkatan kinerja pengelolaan KK. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala yang perlu dibenahi sehingga menjadi pelajaran untuk perbaikan proyek selanjutnya.
“Karena implementasi proyek di lapangan melibatkan berbagai pihak selain BBKSDA Jawa Barat, tentunya kualitas koordinasi dan komunikasi antar pihak perlu ditingkatkan,” saran Yusuf. Selain itu, imbuh dia, proses transfer knowledge oleh para tenaga ahli ke depannya harus lebih intensif dilakukan kepada para pihak terkait, sehingga implementasi program lebih cepat terwujud.
Di dalam sesi diskusi yang berjalan dinamis dan difasilitasi oleh Dr Achmad Sjarmidi dari SITH ITB, peserta FGD mengungkapkan berbagai capaian proyek dan permasalahan yang terjadi. Umumnya peserta menilai bahwa desain proyek cukup menjawab masalah yang terjadi di lapangan. Tetapi di dalam implementasinya peserta menyoroti masih adanya permasalahan yang terkait dengan koordinasi dan komunikasi antar pihak, ketepatan jadwal proyek, serta keberlanjutan aktifitas yang telah dilakukan pasca proyek CWMBC ini.
Peserta FGD berharap masalah-masalah tersebut tidak terjadi lagi di waktu mendatang, sehingga output proyek untuk peningkatan kinerja pengelolaan hutan konservasi dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya lebih maksimal. Beberapa hasil implementasi seperti program MDK di beberapa desa sekitar KK diharapkan dapat diperluas dan diintegrasikan sebagai bagian dari pembangunan daerah.***