CIMAHI, Balebandung,com – Tim Penilai Kinerja Penurunan Stunting Provinsi Jawa Barat mengapresiasi kinerja Pemerintah Kota Cimahi dalam pelaksanaan delapan aksi konvergensi penurunan stunting sepanjang 2021.
Kota berpenduduk 607.811 jiwa tersebut dianggap berhasil membangun harmoni dalam penanganan stunting secara terintegrasi melalui delapan aksi konvergensi.
Kedelapan aksi itu meliputi analisis situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, peraturan wali kota, pembinaan kader pembangunan manusia (KPM), sistem manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, dan review kinerja tahunan.
Apresiasi tim penilai tersebut disampaikan setelah Pelaksana Tugas Wali Kota Cimahi Ngatiyana menyampaikan paparan secara daring dari Ruang Rapat Wali Kota Cimahi di Gedung A Perkantoran Pemerintah Kota Cimahi, Jalan Raden Demang Hardjakusumah, Kota Cimahi, Rabu (6/7/2022).
“Penjelasan Pak Wali Kota sangat lengkap sesuai dengan ekspektasi kami tim penilai. Nyaris tidak ada celah untuk jadi pertanyaan. Secara khusus kami mengapresiasi inisiatif Cimahi dalam melaksanaan aksi keempat dan kelima tentang peraturan kepala daerah mengenai peran desa dan pembinaan KPM,”ungkap Julianto, tim penilai dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat. .
Meski aksi ini diperuntukkan bagi daerah yang di dalamnya memiliki wilayah administrasi desa, imbuh Julianto, namun Kota Cimahi tetap melaksanakannya.
Apresiasi juga datang terkait hadirnya sejumlah inovasi Kota Cimahi dalam percepatan penurunan stunting. Tim penilai dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Provinsi Jawa Barat, Aji Winara, menyarankan agar inovasi-inovasi tersebut didokumentasikan dengan baik, step by step, agar memudahkan pihak lain untuk mengikuti jejak inovasi tersebut.
“Kami dari BP2D menilai Kota Cimahi konsisten dalam mengembangkan inovasi daerah. Termasuk inovasi dalam penurunan stunting ini. Kami menyarankan untuk didokumentasikan agar memudahkan ketika akan direplikasikan,” ungkap Aji.
Sanjungan serupa datang dari tiga penilai lain, Ira Maulani dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, Ricky Herdiansyah dari Pokja IV Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat, dan Dian dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Jawa Barat.
Para penilai ini lebih menyarankan rencana tindak lanjut setelah penilaian kinerja. Sebut saja misalnya untuk berkolaborasi dengan organisasi profesi, mendorong agar program percepatan penurunan stunting masuk dalam dokumen perencanaan daerah, dan mendorong perubahan perilaku masyarakat dengan cara pembatasan iklan rokok di ruang publik.
Mendapat acungan jempol tim penilai, Plt Wali Kota CImahi Ngatiyana mengaku sangat tersanjung sekaligus termotivasi untuk terus meningkatkan kinerja percepatan penurunan stunting di Kota Cimahi.
Walikota juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam upaya penurunan stunting secara kolaboratif dan berkesinambungan.
Ngatiyana mengungkapkan, saat ini prevalensi stunting Kota Cimahi sebesar 10,89 persen. Jumlah ini tersebar di 15 kelurahan se-Kota Cimahi, dengan prevalensi tertinggi berada di Kelurahan Citeureup (26,21 persen), Kelurahan Pasirkaliki (23,76 persen), dan Kelurahan Cimahi (21,46 persen).
Adapun kelurahan dengan prevalensi terendah meliputi Kelurahan Utama (4,30 persen), Kelurahan Setiamanah (5,28 persen), dan Kelurahan Melong (6,09 persen).
“Pemerintah Kota Cimahi berkomitmen untuk melakukan percepatan penurunan stunting secara menyeluruh. Karena itu, pada saat menentukan prioritas, kami menetapkan 15 kelurahan menjadi lokus prioritas intervensi penurunan stunting,” tandas Ngatiyana.
Penetapan menurutnya didasarkan pada hasil rembuk stunting yang telah dilaksanakan pada 31 Mei 2021 lalu. Dalam rembuk tersebut pihaknya bersama seluruh pemangku kepentingan menyepakati sasaran dan prioritas pembangunan daerah, serta rencana program dan kegiatan yang disertai target indikator dan target kinerja serta kebutuhan pendanaan dalam rencana pencegahan stunting terintegrasi Kota Cimahi.
Lebih jauh Ngatiyana menjelaskan, aksi konvergensi penurunan stunting di Kota Cimahi tertuang dalam rencana kegiatan 2021 yang di dalamnya memuat 11 program, dengan 12 kegiatan dan 43 indikator. Setelah dilakukan review kinerja pada akhir tahun, rata-rata capaian kinerja fisik mencapai 91,60 persen. Sementara realisasi anggaran sebesar 73,71 persen.
“Kurang optimalnya penyerapan anggaran ini tidak lepas dari kondisi pandemi Covid-19 dan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang membatasi pergerakan dan pelaksanaan kegiatan tatap muka degan para pemangku kepentingan,” ungkap Ngatiyana.
Masih terkait Covid-19, pemerintah juga menerapkan pengalihan anggaran untuk penanganan Covid-19. Kendala lain tidak lepas dari keterbatasan sumber daya manusia (SDM), koordinasi dan kesadaran masyarakat atau pemangku kepentingan lain yang belum optimal, dan adanya keterlambatan datangnya petunjuk pelaksanaan kegiatan.
Di bagian lain, Kepala Bappeda Jawa Barat Sumasna dalam kapasitasnya sebagai Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jawa Barat menjelaskan, penilaian kinerja pelaksanaan delapan aksi konvergensi penurunan stunting di kabupaten/kota diselenggarakan dalam rangka meninjau kemajuan pelaksanaan aksi konvergensi dalam upaya penurunan stunting melalui pendekatan intervensi gizi (spesifik dan sensitif). Juga sebagai wujud pemberian umpan balik kepada pemerintah kabupaten/kota tentang pelaksanaan aksi konvergensi.
Tujuannya meliputi mengukur tingkat kinerja, memastikan akuntabilitas, mengevaluasi kinerja, mengapresiasi kinerja, mengapresiasi pemerintah daerah kabupaten/kota yang berkomitmen tinggi dalam upaya percepatan penurunan stunting, dan mengapresiasi inovasi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Ruang lingkup penilaian meliputi tiga hal. Pertama, penilaian kinerja delapan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting terhadap kabupaten/kota. Kedua, penilaian komitmen pemerintah daerah kabupaten/kota lokus dalam percepatan penurunan stunting. Ketiga, penilaian inovasi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam percepatan penurunan stunting.
Penilaian kinerja pelaksanaan aksi konvergensi penurunan stunting terintegrasi merupakan proses penilaian kemajuan kinerja kabupaten/kota dalam melakukan upaya untuk memperbaiki dan melaksanakan konvergensi intervensi gizi (spesifik dan sensitif).
“Perbaikan dimaksud dilakukan melalui pelaksanaan delapan aksi konvergensi dalam perencanaan, penganggaran, implementasi, pemantauan, dan evaluasi program/kegiatan,” ungkap Sumasna.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan penilaian kinerja tersebut meliputi tiga hal utama. Pertama, fokus pada perbaikan manajemen intervensi gizi spesifik dan sensitif. Kedua, menilai hasil antara upaya penurunan prevalensi stunting. Ketiga, memantau kemajuan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) mulai tahun pertama penilaian.
Harmonisasi dan sinkronisasi program dan kegiatan, lintas kewenangan sesuai tupoksi, fokus dan berkesinambungan menjadi salah satu kunci yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pencegahan dan penanggulangan potensi munculnya stunting dan permasalahannya.
“Dengan demikian, akan terwujud upaya perlindungan bagi masyarakat dari potensi stunting dan permasalahannya, akses bagi masyarakat untuk memperoleh asupan gizi cukup sesuai standar, dan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat serta meningkatnya kualitas SDM,” pungkas Sumasna.***