Apdesi Pertanyakan Pengawasan Melekat Dana Desa

oleh -30 Dilihat
oleh
Kajati Jabar Setia Untung Arimuliadi saat Sosialisasi Dana Desa serta Fungsi dan Peran Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D), di Gedung Dewi Sartika Soreang, Kamis (24/8/17). by Kominfo Kab Bdg
Kajati Jabar Setia Untung Arimuliadi saat Sosialisasi Dana Desa serta Fungsi dan Peran Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D), di Gedung Dewi Sartika Soreang, Kamis (24/8/17). by Kominfo Kab Bdg

SOREANG – Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bandung mempertanyakan keputusan pemerintah pusat yang mengeluarkan kebijakan mengenai pengawasan melekat penggunaan Dana Desa (DD) oleh setiap Kapolsek dan Babinkamtibmas di wilayahnya masing masing.

Soalnya sekarang pun pengawasan dari instrumen yang ada sudah cukup serta sesuai dengan sistem tata kelola pemerintahan, yakni adanya auditor dari Inspektorat di tingkat pemerintah kabupaten, BPK kemudian ada juga pengawasan oleh Badan Permusyawarahan Desa (BPD) serta LSM, wartawan dan masyarakat.

Sekretaris Apdesi Kabupaten Bandung Hilman Yusuf mengungkapkan keheranannya dengan kebijakan Pemerintahan Joko Widodo yang begitu getol menyoroti penggunaan anggaran desa. Padahal sejatinya, anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten setiap desa totalnya tak lebih dari Rp 2 miliar pertahun.

Anggaran tersebut dipergunakan untuk berbagai pembangunan baik infarstrutur dan berbagai program lainnya di wilayah kerja yang rata-rata memiliki luas sangat besar dengan jumlah penduduk paling sedikit 4.000 jiwa.

Kata dia, anggaran desa yang tak seberapa ini bandingkan dengan anggaran yang dikelola dan dikeluarkan oleh setiap Kepala Bidang (Kabid) dan Kepala Seksi (Kasi) di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di pemerintahan tingkat kabupaten. Pejabat setingkat Kabid dan Kasi ini mengelola anggaran rata rata di atas Rp 20 miliar, dengan didampingi oleh konsultan ahli dari berbagai bidang.

“Kenapa selalu anggaran desa yang disoroti, coba saja bandingkan dengan pejabat setingkat Kabid dan Kasi di tingkat kabupaten, mereka pegang uang bisa lebih dari Rp 20 miliar, sudah begitu didampingi konsultan profesional. Kalau kami di desa itu anggarannya kecil, kemudian tidak ada pendampingan dari konsultan ahli. Apalagi Sumber Daya Manusia (SDM) di pemerintahan desa itu terbatas atau kemampuannya beragam. Jadi pendistribusian DD itu seperti sebuah jebakan yang disiapkan oleh pemerintah pusat untuk para kepala desa di seluruh Indonesia,” kata Hilman, Rabu, (25/10/17).

Baca Juga  Jelang Idul Adha, Pemkab Bandung Periksa Hewan Kurban di 500 Titik Penjualan

Selain itu, imbuh dia, selama ini penggunaan DD yang ada di setiap desa dilakukan audit oleh Inspektorat, BPK. Tak hanya itu saja pengawasan juga dilakukan oleh pemerintah kabupaten, kepolisian dari mulai Polres hingga Polda, kemudian dari Kejaksaan Negeri dan Tinggi, lalu ada juga pengawasan dari BPD, LSM, wartawan dan juga masyarakat luas. Sehingga, rencana pengawasan melekat oleh Kapolsek dan juga Bhabinkamtibmasnya itu sangat berlebihan.

“Dengan segala keterbatasan SDM dan gaji yang diterima Kades juga kecil cuma Rp. 3 jutaan, kemudian gaji perangkat desa di bawah UMR dan dibayarkan setelah anggaran cair, harus dibebani tanggungjawab yang bisa dikatakan di luar kemampuan. Saya pikir aparat penegak hukum bisa masuk dan melakukan penindakan, jika hasil audit dari auditor Inspektorat dan BPK menemukan adanya pelanggaran. Bukan pengawasan melekat yang direncanakan seperti sekarang ini,” beber Hilman yang juga Kades Cukanggenteng Kecamatan Pasirjambu ini.

Hilman melanjutkan, selama ini penggunan DD di setiap desa tidak didampingi oleh konsultan yang profesional dibidangnya masing masing. Adapun pendamping saat ini, rata-rata disiplin ilmu dengan pekerjaannya tidak sesuai. Contohnya, seorang sarjana agama dijadikan pendamping untuk berbagai kegiatan infarstruktur fisik di desa, tentu saja bukan dalam kapasitasnya.

Kemudian, selama ini juga berbagai anggaran yang diterima oleh desa itu harus dipotong PPN. Padahal, berbagai barang yang telah dibelanjakan oleh pihak desa pun telah dikenai pajak. Itu artinya terjadi double acount.

“Sebenarnya kami bersyukur dengan adanya DD ini. Namun kalau seperti ini malah menjadi jebakan untuk kami. Kalau begitu lebih baik kami tolak saja itu DD, toh tanpa ada itu juga pemerintahan desa bisa tetap jalan kok,” sesalnya.

Baca Juga  Para Kades di Kab Bandung Bantah Belum Serahkan LPJ 2016

Seperti diketahui, Kapolri Jendral Tito Karnavian telah menandatangani nota kesepahaman dengan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Nota kesepahaman ini berisi tentang pencegahan dan pengawasan dana desa.

No More Posts Available.

No more pages to load.