SOREANG, Balebandung.com – Kasus pelecehan seksual kepada santriwati kembali terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes). Kali ini diduga dilakukan oleh seorang oknum pimpinan Ponpes Santri Sinatria Qurani berinisial RR, di Jalan Gunung Aseupan, Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.
Korbannya lebih dari lima orang santriwati berusia antara 14 sampai 19 tahun, yang dilakukan oknum pelaku pedofil itu sejak tahun 2023 silam. Rata-rata korban adalah warga Kabupaten Bandung. Saat ini kasus sedang ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandung dan terhadap oknum pelaku RR sudah dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan sampai penangkapan.
Kasus ini terungkap setelah ada beberapa santriwati alumni yang mulai berani bicara kepada orangtuanya bahwa mereka mengalami pelecehan seksual selama mondok di ponpes gratis tersebut. Pelecehan dilakukan oknum berkali-kali di kobong ponpes, rumah oknum maupun di saung yang ada dikawasan ponpes tersebut.
Kuasa hukum korban, Ahmad Ridho mengungkapkan, pihaknya menerima aduan dari Reky, salah satu orangtua korban, pada 28 April 2025. Keesokan harinya, 29 April, pihaknya membuat Laporan Polisi (LP) ke Polresta Bandung untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Ridho, dari enam santriwati yang mengaku mengalami pelecehan seksual, salah satu santriwati di antaranya memilih bungkam. Alasannya, dia telah didoktrin oleh oknum pimpinan ponpes itu untuk menjaga amanah sakral dari sang oknum kyai yang sudah beristri dan beranak satu ini.
“Jadi, modusnya si oknm pimpinan ponpes ini luar biasa. Sebelum melakukan aksinya, secara halus dan perlahan-lahan, santriwati didoktrin atau diceramahi terlebih dahulu, bahwa apapun yang dilakukan aa kyai tidak boleh bertanya dan tidak boleh menolak dengan dalih kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir,” ungkap Ridho kepada Balebandung.com, Jumat (9/5/2025).
Dikisahkan, saat Nabi Musa hendak berguru ke Nabi Khidir, Musa diberi syarat agar tidak bertanya apa-apa kepada Khidir sampai dirinya menjelaskan semua alasan di balik apa yang dilakukan Khidir.
Ridho melanjutkan, setelah para santriwati itu dibujuk, barulah oknum pelaku mulai meraba-raba tubuh korban, menciuminya bahkan sampai disetubuhi.
Ridho mengatakan, bukan hanya alumni ponpes tersebut menjadi korban, tapi juga ada korban yang masih terjebak di dalam ponpes dan tidak berani bersuara. Terlebih rata-rata santriwati ini ada yang tidak punya orangtua atau yatim piatu atau ada pula anak yang broken home sehingga mereka tidak tahu lagi harus pergi kemana.
“Karena itu kami berharap agar Polresta Bandung segera melakukan penahan terhadap pelaku agar pelecehan seksual ini tidak berkelanjutan dan mencegah kaburnya pelaku,” ucapnya.
Bahkan lebih dari itu, menurutnya kasus ini agar tidak hanya berhenti di penangkapan terhadap oknum pelaku. Lebih dari itu ponpes nya pun bisa ditutup, apalagi belum memiliki izin operasional dari Kemenag.
Ridho pun berharap bisa mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Unit PP Satreskrim Polresta Bandung.
“Fokus perhatian terhadap kasus ini sangat penting. Apalagi mengingat di waktu yang hampir bersamaan, di tempat yang sama yaitu pensantren, dengan modus yang hampir sama, kasus seperti ini juga terjadi di daerah lainnya di Indonesia seperti Surabaya dan Lombok,” tandas Ridho.
Ridho menduga Ponpes Santri Sinatria Qurani Soreang ini belum memiliki izin operasional sebagaimana diharuskan oleh Kementerian Agama. Meski pun diakui dari segi ajarannya berjalan dengan benar dan tidak ada yang menyimpang. Bahkan ponpes ini memiliki jaringan pesantren di atasnya yang terbilang sebuah pesantren yang cukup besar di wilayah Banten.
Kendati demikian, setiap bulannya ponpes ini bisa mendapatkan donasi dari lembaga donatur maupun donatur pribadi. Ridho mengaku pihaknya menemui kejanggalan ketika ditelusuri di media sosial, ternyata ponpes ini pun mendapat donasi dari aplikasi tiktok, di mana para santrinya disuruh berjoget secara live selama 24 jam.
Bahkan diduga dalam rangka mencari donasi tersebut, ponpes ini juga terafiliasi dengan situs judi online. Sebab dalam akun Tiktok ponpes tersebut sempat muncul iklan judi online saat para santrinya melakuan live. Menurut Ridho, soal kemunculan situs judi online ini juga sempat diproses hukum oleh kepolisian.
“Karena adanya kasus ini dan terdapat kejanggalan-kejanggalan lain tidak seperti halnya dilakukan ponpes umum yang lain, kami juga berkomunikasi dan berkirim surat kepada para donatur ponpes ini untuk menghentikan donasinya. Termasuk bersurat kepada Direktorat Pendidikan Pondok Pesantren Kemenag dan MUI, agar ikut memantau dan membina aktivitas ponpes ini,” kata Ridho.
Sementara Kasat Reskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara saat dikonfirmasi membenarkan adanya kasus ini. Menurut Kompol Lutfi, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan korban serta memanggil oknum pelaku untuk menjalani pemeriksaan.
“Semua masih pemeriksaan. Para korban masih harus dilakukan visum dan pemeriksaan psikologi terlebih dahulu, serta pemeriksaaan terhadap saksi-saksi lain,” kata Kasat Reskrim Polresta Bandung. ***