by Nelly Auliani Sulistian
Melihat keadaan dunia akhir-akhir ini, rasanya sangat memilukan. Diawali dengan tahun baru yang disambut dengan banjir, konflik Iran dan Amerika yang menyebabkan adanya isu Perang Dunia III, kebakaran hutan yang sangat parah di Australia, suhu bumi yang semakin meningkat setiap tahunnya, dan masih banyak lagi berita-berita awal tahun yang membuat geleng-geleng kepala.
Sebagai orang yang beragama, saya mengimani kisah teologi sebelum manusia diciptakan. Ketika Tuhan hendak menciptakan manusia, malaikat berkata bahwa manusia akan menciptakan pertumpahan darah dan membuat bencana di muka bumi. Namun Tuhan berkehendak dan mengatakan: “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya.”
Ketika saya membaca kitab suci, saya selalu membaca dengan terjemahannya. Yang saya sadari, saya sering menemukan ayat yang terjemahannya seperti ini: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Seolah Tuhan tahu, dan memang Maha-Mengetahui bahwa manusia memang akan membuat kerusakan. Seolah Tuhan sengaja mengulangi ayat itu untuk mengingatkan manusia.
Manusia memang mempunyai sifat perusak. Semua kerusakan dan pertumpahan darah yang terjadi di muka bumi ini adalah ulah kita, manusia. Kita tidak bisa menafikan itu semua. Mulai dari yang sederhana, kebutuhan hidup; manusia punya kebutuhan mandi dan mencuci untuk membersihkan diri dan kebutuhannya. Mandi dan mencuci membutuhkan sabun dan detergen. Sudah jelas bahwa sabun, apalagi detergen, bisa mencemari air.
Ketika kita membeli kebutuhan harian di supermarket, kita tidak bisa menghindari plastik dalam pembelanjaannya. Membeli kebutuhan makan dan dapur, mandi dan mencuci, dan kebutuhan lainnya, hampir semuanya dikemas dengan plastik. Meskipun sekarang sudah ada kampanye membawa eco bag sendiri dari rumah, tapi kita tidak bisa menghindari botol plastik maupun plastik kemasan dari produk yang kita beli. Kita semua telah mengetahui bahwa plastik merupakan sampah jahat kedua setelah styrofoam. Tapi sampai saat ini, belum ada kampanye kemasan produk yang lebih eco friendly.
Di zaman yang serba digital ini, tentu saja kita membutuhkan pasokan listrik. Telah kita ketahui bersama, di balik listrik yang kita nikmati selama ini, ada batu bara yang terus-terusan dikeruk. Ada penduduk dekat pertambangan yang dirugikan kehidupannya seperti apa yang ditampilkan oleh film dokumenter ‘Sexy Killer’.
Berpergian jarak jauh tentu saja kita membutuhkan kendaraan. Dan pastinya kendaraan itu harus diisi bahan bakar agar bisa melaju. Proses akhir dari melajunya kendaraan kita adalah ‘polusi’ yang bisa menimbulkan perusakan lapisan ozon. Dan masih banyak lagi contoh perilaku ‘merusak’ lainnya. Saya hanya menjabarkan yang dasar saja.
Manusia tidak bisa menghindari kerusakan itu semua. Sayang sekali, selama kita hidup, kita masih butuh sifat perusak. Tapi sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan dengan bonus ‘akal’ sudah seharusnya kita bisa menghindari yang bisa dihindari, meminimalisir kerusakan, dan berupaya memperbaiki juga menjaga kewarasan bumi ini.
Melihat peristiwa alam yang terjadi belakangan ini, kita sudah seharusnya bercermin pada diri kita sendiri. Alam semata-mata tidak akan berubah kalau tidak ada penyebabnya. Menurut beberapa sumber yang saya baca, perubahan iklim memang tidak bisa dihindari— apalagi melihat kelakuan bejat manusia modern sekarang terhadap alam. Tapi sekali lagi, manusia dianugerahi akal. Semua bisa meminimalisir, memperkecil dampak, dan memperlambat waktunya.
Jadi, bagaimana, sudah menyadari?
*Penulis adalah Pendiri “Perintis Literasi”, tinggal di Bandung