SOREANG – Salah satu prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah gotong royong, yang merupakan budaya bangsa Indonesia. Dengan gotong royong semua tertolong. Ini dapat diilustrasikan jika ada satu orang peserta JKN Kartu Indonesia Sehat (KIS) mendapatkan pelayanan cuci darah dengan biaya/bulan sebesar Rp 8 juta. Dengan iuran rata-rata Rp.51.000, maka diperlukan sebanyak 156 orang peserta JKN KIS yang sehat dan membayar iuran.
Kalau hanya peserta yang sakit saja yang membayar iuran dan tidak membayar iuran lagi ketika sudah sehat, dari mana kita bisa membayar biaya pelayanan kesehatan peserta lainnya yang membutuhkan? Oleh karena itu peran kita semua dalam mengawal keberlangsungan program JKN KIS di Indonesia sangatlah besar. Diharapkan dengan menanamkan rasa kepedulian dan gotong royong dalam jiwa masyarakat Indonesia, dapat membantu mendukung program pemerintah mewujudkan Indonesia yang lebih sehat.
Akan tetapi kenyataan yang terjadi sampai dengan saat ini khususnya peserta mandiri JKN KIS di Kabupaten Bandung dalam hal membayar iuran masih sangat rendah, yaitu sekitar 40%. Artinya, banyak peserta yang menunggak yaitu sekitar 60 %, sehingga BPJS Kesehatan KC Soreang terus menghimbau kepada seluruh masyarakat Kab Bandung untuk membayar iuran secara rutin sebelum tanggal 10 setiap bulannya atau melalui auto debet.
Dengan Bayar Iuran Menolong Sesama
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Hal yang sangat penting diketahui oleh peserta JKN KIS khususnya pasal 17A1, yang berbunyi, “Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan lebih dari satu bulan sejak tanggal 10, penjaminan peserta diberhentikan sementara” dan pasal 17A.1 ayat 3 yang berbunyi “Dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperolehnya”.
Mulai 1 Juli 2016, batas toleransi keterlambatan pembayaran iuran Peserta Penerima Upah dan Peserta Bukan Penerima Upah (Peserta Mandiri) adalah satu bulan. Jika peserta menunggak lebih dari satu bulan, maka penjaminan peserta akan dihentikan sementara. Status kepesertaan akan aktif kembali apabila peserta membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk waktu 12 bulan dan membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri penghentian sementara jaminan.
Kemudian, dalam 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperolehnya. Besaran denda yang dikenakan yakni sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan yang tertunggak. Jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan dan denda maksimal Rp 30 juta.
Secara teknis telah diatur dalam aturan turunan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 Tahun 2016 yaitu Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 2 tahun 2016 tentang Tata Cara Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan dan Pembayaran Denda Akibat Keterlambatan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan.
Pemberlakukan denda dibayarkan sebelum peserta mendapatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) Rawat Inap di Rumah Sakit yaitu dengan meminta Surat Keterangan Diagnosa Awal Rawat Inap yang ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Peserta atau keluaga pasien melapor ke Kantor BPJS Kesehatan terdekat, untuk mendapatkan perhitungan denda dari Diagnosa Awal. Denda akan diperhitungkan kembali kelebihan atau kekurangannya setelah rumah sakit menyampaikan Diagnosa Akhir peserta. Pembayaran denda dapat dibayarkan melalui channel pembayaran BPJS Kesehatan.
Sementara itu, bagi peserta atau pemberi kerja yang tidak membayar denda selambat-lambatnya 3×24 jam hari kerja atau sebelum peserta pulang apabila dirawat kurang dari tiga hari, maka pelayanan rawat inap peserta tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Masyarakat Tidak Mampu
Meski pemerintah mengenakan denda bagi penunggak iuran JKN-KIS, tapi denda ini tidak berlaku bagi peserta yang tidak mampu. Syaratnya, pada saat mendapatkan rujukan rawat inap dari Puskesmas atau Faskes Primer dilengkapi dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Dinas Sosial atau instansi yang berwenang. Peserta yang masuk kategori tidak mampu adalah peserta yang terdaftar dengan hak perawatan kelas III.
BPJS Kesehatan terus melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran kepada peserta mengenai kewajiban, hak, ruang lingkup dan prosedur BPJS Kesehatan.Sosialisasi dilakukan dengan berbagai upaya, baik sosialisasi secara langsung kepada masyarakat maupun melalui media elektronik (televisi, radio) juga media cetak (koran, leaflet, banner dan poster). [ADV BPJS Kes KC Soreang]
Tentang JKN KIS
Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah tanda kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif pada fasilitas kesehatan melalui mekanisme sistem rujukan berjenjang dan atas indikasi medis*. KIS diterbitkan oleh BPJS Kesehatan untuk seluruh peserta jaminan kesehatan termasuk penerima bantuan iuran (PBI).
Kepesertaan KIS ada 2 kelompok:
1. Kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik membayar sendiri, ataupun berkontribusi bersama pemberi kerjanya;
2. Kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah dan iurannya dibayari oleh pemerintah
*) Kartu lainnya: Kartu Eks Askes, Eks Jamkesmas, KJS, Kartu JKN BPJS Kesehatan, masih tetap berlaku sesuai ketentuan sepanjang belum diganti dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS).