Bale Bandung

Nih, 3 Aspek Makna Sesajen dan Sawen dari Kearifan Lokal Hajat Buruan

PANGALENGAN, Balebandung.com – Peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Sekolah Tinggi Agama Islam Baitul Arqom (STAIBA), menggelar Lokakarya “Menjunjung Tinggi Kearifan Lokal Sebagai Warisan Budaya Leluhur”, di GOR Sorgadesa, Kampung Cieurih, Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, Rabu (5/2/2025).

Lokakarya yang mengusung “Hajat Buruan” ini diikuti kurang lebih 168 mahasiswa STAIBA ini dihadiri Ketua Yayasan STAIBA, Ketua Pelaksana KKN STAIBA Rudi Sulaeman dan para dosen.

Ketua Yayayan Pondok Pesantren Baitul Arqom,KH. Ibnu Athoillah Al-Hafidz, menyampaikan penting bagi pesertaloka karya di Desa Margamekar, yakni ilmu yang sudah didapatkan di peruliahan.

“Di antaranya motto Penelitian,Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PENDIDAMAS) harus bisa diamalkan kepada masyarakat,” pesan Ibnu.

Kepala Desa Margamekar Ade Wahyu menghaturkan terima kasih yang telah mempercayakan desanya sebagai tempat KKN . Menurut Ade, Desa Margamekar merupakan desa yang melestarikan atau menjungjung tinggi adat dan kebudayan yang masih kental, salah satunya melestarikan kearifan lokal Hajat Buruan.

Ade menjelaskan, Hajat Buruan berasal dari dua kata yakni hajat dan buruan. Hajat adalah maksud. Sedangkan buruan adalah halaman atau lapangan.

“Jadi, hajat buruan adalah sebuah tradisi di Desa Margamekar yang dilaksanakan setiap setahun dua kali, yaitu pada bulan Muharram dan bulan Maulud, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT,” jelas Ade.

Sesajen dan Sawen Hajat Buruan

Dalam lokakarya terungkap dari para narasumber, di dalam Hajat Buruan ada Sesajen dan Sawen. Sesajen artinya sasadiaan, yang di dalamnya disiapkan kembang hanjuang bereum, jawer kotok, dawegan, bubur merah, bubur putih, daun sirih dan nasi tumpeng, beserta lauk pauk.

Hanjuang menjadi simbol bahwa manusia harus teguh keyakinan. Jawer kotok perlambang panca indera bahwa manusia tidak boleh seperti hewan. Bubur merah dan bubur putih simbol bendera Merah Putih Republik Indonesia. Sedangkan tumpeng dan lauk pauk, nantinya dibagikan kepada masyarakat yang kurang mampu.

Baca Juga  Polsek Margahayu Himbau Warga Tak Berkerumun

Sementara Sawen artinya tolak bala, terdiri dari cabai merah, kunyit, bawang merah, bawang putih, rumput palias, daun salam dan tiga helai daun hanjuang merah.
Semua bahan ditusuk menggunakan harupat kawung. Sawen dipasang di rumah-rumah setiap hari atau pada saat kendurian.

Sawen merupakan media yang telah diberi kekuatan energi spiritual sebagai penolak bala, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pada saat melaksanakan pekerjaan besar dan penting.

Kearifan lokal ini dapat menyiratkan makna dari tiga aspek antara lain aspek kesehatan, religius, dan aspek sosial.

Dilihat dari aspek kesehatan, masyarakat Kampung Cieurih Desa Margamekar memasang sawen di rumah tinggal dan kandang ternaknya, untuk mencegah segala mara bahaya yang mengancam masuk ke tempat-tempat tersebut.

Seperti pencegahan penyebaran penyakit hirasan, yakni penyakit yang menyerang sejumlah warga ataupun ternak mereka dalam waktu yang bersamaan. Beberapa penyakit yang kerap digolongkan sebagai penyakit hirasan pada manusia adalah, panas, cacar, campak, muntaber, dan diare, Sedangkan penyakit hirasan pada hewan ternak adalah ngeluk dan tetelo.

Sementara dari aspek religius, merepresentasikan cara pandang mereka terhadap alam semesta beserta isinya. Mereka memandang alam semesta raya ini tidak hanya dihuni oleh makhluk kasat mata, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Alam semesta ini pun menjadi tempat tinggal berbagai makhluk yang tidak kasat mata. Seperti dewa, dewi, roh-roh suci, karuhun, setan, jin, dan kekuatan gaib lainnya.

Dalam pandangan kearifn lokal masyarakat setempat, kedua jenis makhluk Tuhan itu memiliki karakter yang tidak jauh berbeda, ada sisi baik dan sisi buruknya.

Sedangkan dari aspek sosial, sawen dalam kehidupan masyarakat Kampung Cieurih menjadi sarana untuk melanggengkan kedudukan pemimpin adat di Kampung Cieurih.

Baca Juga  Pentas Seni Pelajar SD Meriahkan Perpisahan Mahasiswa KKN STAIBA

Selain itu perlambang nilai kebersamaan yang dibangun oleh masyarakat Kampung Cieurih. Menjadi ajang silaturahim, mempererat rasa persaudaraan dan kebersamaan antar masyarakat. Termasuk dalam hal ini rasa kebersamaan dalam menghadapi berbagai kesulitan, seperti menghadapi penyakit hirasan.***

Tinggalkan Balasan