BANDUNG, Balebandung.com – Munculnya wacana Revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menimbulkan polemik di kalangan elit politik akibat pihak-pihak yang berkepentingan.
Kordinator Front Pemuda Anti Korupsi (FPKA) Anjar Tantan Januar meminta agar semua pihak menghentikan polemik tersebut demi kepentingan bangsa.
“Kita harus mendukung revisi UU KPK oleh DPR RI, karena UU KPK saat ini sudah usang,” tandas Anjar saat demo di kawasan Dago Car Free Day Bandung, Minggu (8/9/19).
Menurut Anjar, undang-undang kalau sudah terlalu lama harus dievaluasi, sebab ada beberapa pasal yang dikritisi, seperti peraturan penyadapan dan penyidikan.
Anjar pun menyinggung soal adanya pernyataan segelintir orang yang menilai revisi UU KPK itu akan melemahkan lembaga antirasuah. Padahal menurutnya revisi tersebut justru akan membuat masyarakat percaya dan bangga dengan KPK.
“KPK itu lembaga yang diandalkan masyarakat, sehingga masyarakat mengharapkan KPK benar-benar efektif,” tandasnya.
Anjar menyatakan revisi UU KPK bukan untuk melemahkan lembaga, justru revisi UU KPK ini penting untuk memasukkan poin instrumen pengawasan terhadap sepak terjang KPK.
“KPK harus diawasi, dan KPK juga bukan lembaga yang sempurna, bukan pula LSM. Maka kami mendukung terhadap revisi UU KPK, agar lembaga KPK itu bisa diawasi oleh instrumen pengawasan,” pungkasnya.
Rapat paripurna DPR RI sebelumnya menyetujui pembahasan revisi UU KPK. Sejumlah pasal dalam UU KPK bakal direvisi, seperti fungsi Dewan Pengawas dan kewenangan penyidikan.
Pasal 37A draf RUU membahas posisi dan fungsi Dewan Pengawas. Dewan Pengawas terdiri dari lima orang yang punya sejumlah kewenangan terkait tugas KPK.
Dewan pengawas berwenang memberikan izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan. Dalam suatu perkara Dewan Pengawas juga berwenang menyusun kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Poin revisi selanjutnya terkait wewenang penyadapan. Pasal 12 b ayat 1 draf RUU KPK menyebut penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari dewan pengawas. Pada ayat 2 disebutkan pimpinan KPK harus mengajukan izin tertulis untuk menyadap.***