
RANCAEKEK – Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) gugatan Melawan Limbah hari ini Kamis (17/3/16) kembali dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap lingkungan yang terdampak oleh pembuangan limbah industri di kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
PS terhadap lingkungan terdampak limbah kimia beracun berbahaya (B3) industri dilakukan dengan melihat kondisi Sungai Cikijing termasuk tanggulnya yang jebol pada akhir Februari lalu sehingga air Cikijing yang tercemari limbah industri kembali membanjiri lahan persawahan masyarakat. Beberapa petani juga memberikan keterangan mengenai pencemaran Sungai Cikijing dan dampak merugikannya terhadap lahan persawahan mereka selama ini.
Sehari sebelumnya Rabu (16/3/16) PS dilakukan terhadap tiga pabrik tekstil (PT Kahatex, PT Five Star dan PT Insan Sandang Internusa) yang mendapatkan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke Sungai Cikijing dari Bupati Sumedang. IPLC tersebut diberikan di tengah tercemar beratnya Sungai Cikijing oleh limbah industri.
Pada PS kemarin ditemukan beberapa fakta menarik seperti;
PT Kahatex: B3 dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Kahatex yang dibakar ke dalam PLTU batubara dan beberapa peralatan IPAL yang diduga tidak berfungsi atau rusak. Selain itu limbah/ceceran zat warna dari PT Kahatex juga diduga bercampur dengan drainase. Tidak terlihat dari unit mana aliran ke IPAL 1, 2 dan 3 dan sistem pengelolaan air dari PT Kahatex yang memiliki 3 outlet
PT Five Star: Sementara itu IPAL PT Five Star diduga tidak pernah digunakan sama sekali, tidak tampak ada sludge, dan di kolam IPAL ada tanamanan/rerumputan. Banyak cacing dan lintah tampak keluar dari IPAL PT Five Star yang diduga baru dinyalakan.
PT Insan Sandang diduga jarang/tidak pernah digunakan (kering). IPAL mereka diduga bercampur pula dengan drainase dan beberapa titik drainase tampak tercampur limbah lain.
“Dengan sidang pemeriksaan setempat ini Koalisi Melawan Limbah berharap Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dapat mengetahui fakta sesungguhnya akan pencemaran limbah B3 industri yang sudah dan masih terus terjadi sejak dua dekade yang lalu dan berbagai kerugian yang diakibatkannya baik terhadap lingkungan maupun masyarakat,” ungkap Adi M Yadi, dari Koalisi Melawan limbah dalam rilisnya.