SOREANG, Balebandung.com – Ketua TP PKK Kabupaten Bandung Emma Dety Permanawati mengatakan, anak belum memiliki kemampuan yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Oleh karena itu, negara, keluarga dan masyarakat harus hadir sebagai pelindung utama.
Dampak jangka panjang jika anak tidak dilindungi, kata Emma, maka akan timbul kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah terhadap anak dapat menyebabkan trauma, gangguan tumbuh kembang, dan penurunan kualitas sumber daya manusia secara umum.
Hal itu disampaikan Emma dalam rapat koordinasi pelaksanaan pelayanan bagi Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), Ruang Rapat Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung, Senin 23 Juni 2025. Tentunya, kata Emma, kita memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk kesinambungan pembangunan.
“Saya yakin, kita semua sepakat bahwa sumber daya manusia unggul di masa depan seperti yang kita harapkan harus dipersiapkan secara khusus melalui sebuah strategi sistem yang mampu mendukung terpenuhinya hak-hak anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal,” tandas Emma.
Maka tujuan dilaksanakannya Rakor pelaksanaan pelayanan bagi AMPK, agar semua pihak yang terlibat (pemerintah, UPTD PPA, lembaga perlindungan anak, kepolisian, LSM, dan lainnya), memiliki pemahaman yang sama permasalahan AMPK
“Dengan memperkuat kerjasama antar lembaga, mengenai kebijakan, prosedur, dan pendekatan dalam pelayanan terhadap AMPK dan menyusun rencana tindak lanjut yang konkret,” jelas Emma.
Menurutnya perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Karena anak-anak saat ini adalah calon pemimpin, tenaga profesional, dan pembangun bangsa di masa depan.
“Investasi dalam perlindungan anak berarti membangun masa depan yang lebih baik,” tandas Emma.
Selain itu, perlindungan terhadap anak bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban negara dan masyarakat sesuai dengan konstitusi dan konvensi internasional seperti Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi Indonesia.
“Mari kuatkan komitmen bersama terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak tanpa diskriminasi,” serunya.
Setiap anak termasuk AMPK menurutnya memiliki hak yang sama atas perlindungan, kasih sayang, pendidikan, kesehatan dan pastisipasi. Dalam setiap kebijakan, program, maupun tindakan, kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama. Hal ini mencakup penanganan yang cepat, tepat, dan sensitif terhadap kebutuhan khusus anak.
“Layanan bagi AMPK harus diberikan oleh tenaga profesional yang terlatih dan dengan pendekatan yang humanis, tidak menghakimi, serta berbasis pada pemulihan dan rehabilitasi anak,” kata Emma.
Bunda Bedas menandaskan, para pemangku kebijakan wajib menyusun dan melaksanakan regulasi serta alokasi anggaran yang berpihak pada perlindungan anak, termasuk AMPK, sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusional.
“Monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas setiap program dan intervensi perlindungan anak, harus disertai dengan mekanisme pemantauan dan evaluasi yang transparan, agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan terus ditingkatkan,” pesannya.
Ia berharap, kegiatan rakor inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menghadirkan peran negara dalam menjawab tantangan dan permasalahan terhadap anak.
“Mari kita bangun komitmen untuk memperkuat jejaring koordinasi antar stakeholder ini, yang merupakan faktor penting dalam pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak,” seru Emma.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Muhamad Hairun menambahkan, Pemkab Bandung berkomitmen melindungi anak dan faslilitas terhadap AMPK. dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak.
“Kondisi anak-anak kita pada saat ini masih bisa dikatakan memprihatinkan. Masih adanya kasus kekerasan terhadap anak, salah satunya adalah kekerasan seksual yang viral di media sosial dilakukan oleh pemimpin sebuah pesantren. Bahaya narkoba dan pornografi masih mengintai anak-anak kita dan merenggut masa depan mereka,” ungkap Hairun.
Karena itu tujuan dilaksanakan rakor pelaksanaan pelayanan AMPK sebagai bentuk sinergi lintas sektor dalam upaya memperkuat pelayanan terhadap anak yang memerlukan perlindungan khusus, menyatukan persepsi, meningkatkan kolaborasi, dan menyusun langkah konkret dalam pelayanan AMPK.
Anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak jalanan, anak korban kekerasan, anak dengan situasi darurat bencana atau anak dengan disabilitas, seringkali hak-hak dasarnya seperti hak atas pendidikan, kesehatan, dan rasa aman tidak terpenuhi.
Dengan adanya perlindungan khusus, kata Hairun, anak-anak ini dapat memperoleh layanan yang mereka butuhkan. Seperti perawatan kesehatan, pendidikan, dan dukungan psikososial, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
“Perlindungan anak adalah tanggung jawab kita bersama. Saya sangat berharap para stakeholder yang hadir pada kegiatan rakor ini aktif berdiskusi tentang apa saja kontribusi yang sudah diberikan dan mencari solusi bersama dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam perlindungan anak yang memerlukan perlindungan khusus, sehingga rapat ini menghasilkan rumusan strategi, rencana aksi, serta penguatan mekanisme koordinasi dan layanan terpadu bagi AMPK,” jelas Hairun.
Menurutnya, rakor ini bukan hanya administratif, tetapi langkah nyata untuk menyelamatkan masa depan anak-anak yang membutuhkan uluran tangan kita.
“Karena melindungi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus adalah investasi jangka panjang bagi bangsa,” ujar Hairun.
Anak-anak yang terlindungi dan terpenuhi hak-haknya akan menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.***