SOREANG, balebandung.com – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN melaksanakan Evaluasi Pelaksanaan Quick Wins dan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 dari Program Bangga Kencana dan Sub Bidang KB, yang digelar Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, di Grand Sunshine Soreang Kabupaten Bandung, Selasa 14 Oktober 2025.
Sekretaris Kemendukbangga/Sekretaris Utama BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S. Sos., M.Pol. Admin., Ph.D menjelaskan, evaluasi Quick WIns ini merupakan bagian dari konsolidasi bersama Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD KB) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dari Kantor Perwakilan Kemendukbangga/BKKBN Jawa Barat.
“Evaluasi dan konsolidasi ini dilakukan agar OPD KB bisa memahami konstruksi kebijakan dan program Kemendukbangga untuk dilaksanakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang disiapkan dari Transfer Ke Daerah (TKD) APBN berupa Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), yang ditransfer ke pemerintah daerah,” jelas Prof Budi Setiyono kepada wartawan seusai jadi nara sumber.
Selain itu, evaluasi dan konsolidasi juga dilakukan karena adanya transformasi perubahan nomenklatur dari BKKBN menjadi Kemedukbangga. Sesmen Dukbangga berharap dari konsolidasi ini terjadi sinergitas pencapaian target-target yang sudah ditetapkan di masing-masing daerah agar proses pembangunan sesuai dengan peta jalan (roadmap) yang dibuat Kemendukbangga.
Prof Budi lantas menyebut yang dievaluasi antara lain lima program prioritas pembangunan keluarga berkualitas Kemendukbangga yang mencakup 5 Program Quick Win.
Pertama, program yang berkaitan dengan kependudukan yaitu program yang memaksimalkan potensi bonus demografi. “Sekarang itu harus bisa kita manfaatkan dengan berbagai macam program, guna memastikan mereka yang berada di usia produktif itu bisa mengaktualisasikan produktivitas mereka,” jelas Budi.
Antara lain dengan menyiapkan beberapa program yang bisa mengantisipasi dan mengatasi kondisi yang tadinya produktif menjadi tidak produktif. Budi menunjuk contoh saat seorang perempuan yang terpaksa harus mengundurkan diri dari pekerjaannya akibat punya anak.
“Nah, untuk mengatasi kondisi ibu pekerja seperti ini, kami memiliki program prioritas kedua bernama Tamasya,Taman Asuh Sayang Anak, agar ibu-ibu yang punya anak kecil ini tidak harus mengundurkan diri dari pekerjaannya, tapi bisa menitipkan anaknya itu ke Tamasya ini, tanpa harus meragukan kualitas asuhnya,” terang Budi.
Dalam Program Tamasya ini pihaknya menggelar pelatihan dan sertifikasi serta memonitoring pembinaan kepada para penyedia Tamasnya di seluruh Indonesia..
“Total sekarang jumlah Tamasya itu sudah mencapai 3000 lebih. Dengan Tamasya ini kita harapkan bisa mendongkrak angka partisipasi kerja perempuan,” kata Budi.
Program ketiga yaitu GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia), guna mendorong peran dan teladan dari para ayah di Indonesia.
Keempat, Program Sidaya atau Lansia Berdaya, untuk memberdayakan penduduk lansia agar mereka tetap bisa sehat produktif dan resilience memberikan independensi di dalam menjalani hidup masa tua mereka, tanpa harus bergantung kepada Gen-Z.
Menurut Budi Program Sidaya ini juga ditujukan agar Gen Z kita bisa memiliki keleluasaan dalam mengaktualisasikan diri dengan bekerja yang paling sesuai keinginannya dan yang paling penting mereka tidak jadi terbebani oleh generasi yang sudah lansia
“Kita men-support melalui Program DAK BOKB (Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Keluarga Berencana) untuk terjadinya proses kapitalisasi bonus demografi,” ungkap Budi.
Sementara untuk menciptakan generasi emas menyongsong bonus demografi 2045 dari sisi keluarga, Kemendukbangga juga terus berupaya mengeliminasi angka prevalensi stunting.
“Syukur-syukur nanti sampai 2029 prevalensi stunting-nya itu bisa di bawah 10%, bahkan lebih atau di 2045 harus bisa di bawah 5% prevalensinya,” ucap Budi
Karena itu Kemedukbangga terus mengelorakan program prioritas kelima yakni Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), agar tidak boleh ada lagi bayi yang lahir stunting dengan menyiapkan data Keluarga Beresiko Stunting (KBS), agar sasaran dari upaya pencegahan stunting juga bisa terukur.
Pencegahan KBS juga dilakukan dari sisi penyediaan air bersih, sanitasi, kecukupan gizi dengan melakukan konvergensi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG), khususnya untuk kalangan 3B yaitu ibu hamil (bumil), ibu menyusui (busui) dan balita non-PAUD.
“Sehingga dari situ kita harapkan prevelensi stunting bisa kita tekan, agar tidak ada lagi orang yang selama hidupnya itu menderita stunting dan menjadi beban bagi orang lain,” tandas Budi.
Dia bilang, ketika anak lahir dalam keadaaan stunting, mereka tidak punya kesempatan optimal untuk hidup secara normal dari sisi kesehatan psikomotorik dan psikologi
“Akibatnya mereka berpotensi untuk menjadi orang yang membebani orang lain. Nah, makanya itu kita cegah melalui program Genting,” pungkas Budi.***