SOREANG, Balebandung.com – Kepala Seksi Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung, Agus Salam menyatakan, Ponpes Santri Sinatria Qurani Soreang merupakan pesantren ilegal. Alasannya, kata Agus, lembaga yang berlokasi di Kampung Jalan Gunung Aseupan, Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang tersebut tidak memiliki Izin Operasional Pondok Pesantren (IJOP) dari Kemenag.
“Jadi kalau belum ada IJOP-nya dan mengklaim menamai pesantren itu masih klaim sepihak dari lembaganya sendiri. Tapi belum legal,” tandas Agus kepada Balebandung.com, Senin (19/5/2025).
Dengan demikian, imbuh Agus, sebenarnya lembaga itu bukan pesantren dan tidak layak menyebutnya pesantren.
Karena belum memiliki IJOP, maka Kemenag Kabupaten Bandung sebenarnya tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus yang mencorong kalangan pondok pesantren tersebut.
Agus menyebutkan, data Kemenag Kabupaten Bandung mencatat ponpes yang sudah memiliki IJOP per Mei 2025 sebanyak 469 pesantren.
Sebelumnya diberitakan, Polresta Bandung menetapkan RR (30) sebagai tersangka pencabulan terhadap delapan santriwati di Ponpes Santri Sinatria Qurani.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung Kompol Luthfi Olot Gigantara mengatakan, penetapan tersangka terhadap RR sebagai pimpinan ponpes tersebut dilakukan usai pihaknya memeriksa tujuh orang saksi, yang lima di antaranya merupakan korban pelecehan seksual pelaku.
Kompol Lutfi menyebut total korban ada delapan orang, di mana tiga korban mengaku telah disetubuhi oleh pelaku dan sudah dilakukan visum di Rumah Sakit Sartika Asih. Sementara lima lainnya mengalami pencabulan.
“Seorang laki-laki berinisial RR kami tetapkan sebagai tersangka. Saat ini tersangka sudah ditahan di rumah tahanan Polresta Bandung,” tandas Lutfi di Mapolresta Bandung, Rabu (14/5/2025).
Kompol Luthfi menyebut mayoritas korban di bawah umur atau belum menginjak usia 18 tahun. Para korban pun mengalami trauma dan tengah menjalani pendampingan oleh psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Bandung.
“Para korban menimba ilmu di tempat tersebut sejak 2023 hingga sekarang. Dan kejadian berlangsung di rentang waktu tersebut. Motif pelaku masih kita dalami sampai saat ini,” pungkasnya.
Akibat aksinya, RR yang merupakan salah seorang pengurus di tempat tersebut dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dirinya terancam hukuman hingga 15 tahun penjara.
Kasus ini terungkap setelah ada beberapa santriwati alumni yang mulai berani bicara kepada orangtuanya bahwa mereka mengalami pelecehan seksual selama mondok di ponpes gratis tersebut. Pelecehan dilakukan oknum berkali-kali di kobong ponpes, rumah oknum maupun di saung yang ada dikawasan ponpes tersebut.(*)