BANDUNG – Kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif dapat merugikan petani sebagai produsen, pengolah pangan, pedagang hingga konsumen. Fluktuasi ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial. Kenaikan harga bahan pangan juga digolongkan sebagai komponen inflasi bergejolak karena mudah dipengaruhi masa panen.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat Tati Iriani, SH., MM, mengatakan peningkatan harga komoditas pangan memang dapat berasal dari produsen. Namun menurut Tati sumber peningkatan harga tersebut biasanya bersifat fundamental karena didorong oleh meningkatnya harga input produksi atau karena kebijakan pemerintah.
“Berdasarkan permasalahan tersebut maka Kementrian Pertanian melakukan terobosan sebagai solusi permanen dalam memgatasi gejolak harga. Solusinya yaitu melalui kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI),” ungkap Tati di Bandung, Sabtu (14/5/16).
Kegiatan tersebut secara tidak langsung berperan dalam mengatasi anjloknya harga pada masa panen raya dan tingginya harga pada masa paceklik. Secara teknis, di lapangan Gapoktan akan memasok beras kepada TTI. Dari TTI kata Tati, beras akan dijual kepada masyarakat dengan harga terjangkau. “TTI ini adalah pedagang pangan yang menjadi mitra Gapoktan,” jelasnya.
Teti menyebutkan sasaran kegiatan PUPM tahun 2016 mencapai 500 Gapoktan yang melayani 1.000 TTI. “Sedangkan BKP Daerah Provinsi Jawa Barat sendiri terdiri dari 72 dan TTI 191. Jumlah sebanyak itu tersebar di 19 kabupaten/kota,” pungkasnya. [mpur]