
SOREANG – Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menurut survey International Center for Research on Women (ICRW), 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah.
Angka ini lebih tinggi dari Vietnam (79%), Nepal (79%), Kamboja (73%) dan Pakistan (43%). Maraknya kasus kekerasan yang menimpa anak di sekolah tersebut turut menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Bandung.
Hal ini terungkap dalam Seminar Penguatan Sekolah Ramah Anak yang digelar Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, bekerjasama dengan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kabupaten Bandung di Gedong Budaya Sabilulungan, Selasa (21/2/17).
Bupati Bandung, H. Dadang M. Naser, S.H., S.Ip., M.Ip., dalam sambutannya mengatakan PAUD dan TK merupakan jenjang pendidikan yang amat penting. “Karakter anak terbentuk di usia dini, anak usia dini lebih cepat merekam apapun. Oleh karenanya kepribadian yang baik harus diterapkan di usia ini,” kata Dadang.
Berkenaan dengan pembangunan di bidang pendidikan, khususnya pendidikan TK, pada tahun 2017 ini Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10 milyar.
Jumlah TK di Kabupaten Bandung menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) berjumlah 503 TK. Hal ini menunjukkan pendidikan di setiap jenjang sekolah jadi sebuah proses pembelajaran yang tidak hanya mengejar kecerdasan anak semata, akan tetapi lebih menjurus pada pendidikan moral untuk membangun generasi yang memiliki karakter.
IGTKI, IGRA dan HIMPAUDI bekerjasama meningkatkan kualitas SDM (guru) melalui seminar, saresehan dan lokakarya. “Lokakarya atau pelatihan itu lebih utama karena aplikasi lebih penting daripada teori. Dengan lokakarya atau pelatihan akan melahirkan guru yang berkualitas dan pada gilirannya rekaman yang diterima anak lebih berkualitas,” kata Dadang.
Di Indonesia, menurut Dadang, rata-rata pendidikan cenderung mengutamakan pengembangan otak kiri. Padahal idealnya otak kiri dan kanan haruslah seimbang. Pengembangan Intelegent Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) harus diseimbangkan sejak dini.
“Anak harus betah di sekolah, guru harus jadi orangtua di sekolah yang mampu mendidik dan melindungi, dan jangan sampai anak takut kepada guru,” pesan Dadang.
Ketika terjadi kasus kekerasan seperti pelecehan seksual pada anak, korban secara mental harus ditangani dengan tepat agar tidak menjadi pelaku di masa mendatang. Salah satu pencegahan kekerasan seksual di sekolah adalah dengan berhati-hati dalam merekrut tenaga pendidik.
“Sekolah ramah anak ini harus massal, jangan separuh-separuh. Untuk itu para guru khususnya guru TK dan PAUD jangan merasa cukup dengan kompetensi yang dimilikinya saat ini, terus kembangkan kualitas dan kompetensi,” kata Dadang.
Wakil Ketua KPAI RI, Maria Advianti, S.P., dalam penyampaian materinya menyebutkan beberapa syarat Sekolah Ramah Anak. “Harus aman, memenuhi hak anak, melindungi dari kekerasan, sehat, peduli dan berbudaya serta mendukung partisipasi anak,” kata Maria.
Regulasi menjadi penting agar guru dan orangtua ada kesepahaman mengenai penanganan pendidikan anak di sekolah. Seluruh komponen sekolah yaitu kepala sekolah, guru, murid dan orang tua murid harus memiliki perspektif yang sama mengenai pendidikan.
Maria Advianti, yang juga pendiri Forum ID-COP (Child Online Protection) ini pun berpesan ketika anak mengakses internet harus mendapat pengawasan dan tuntunan agar tidak terkontaminasi hal-hal negatif yang banyak ditimbulkan oleh tekhnologi ini.
“Saat kita mengajak anak kita berjalan-jalan di mall, tentunya kita akan menuntun anak kita agar tidak hilang atau tersesat, lalu mengapa saat memasuki dunia maya hal itu jarang kita lakukan? Padahal dunia maya jauh lebih luas dari mal,” kata Maria.