SOREANG,balebandung.com – Penggiat Lingkungan Jaga Balai Kabupaten Bandung Denni Hamdani menyatakan area publik yang menjadi ruang terbuka hijau, jika dilihat dari aspek lingkungan tersebut harus bisa dinikmati secara berkelanjutan.
“Saya melihat di kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung, ruang terbuka hijaunya itu relatif sedikit. Bahkan nyaris diplesetkan menjadi ruang terbuka ‘hurung’. Saya melihat alun-alun di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung, lebih mengedepankan aspek kosmetika ketimbang aspek ekologinya’,” kata Denni ketika dihubungi “KG”, Senin (15/8/2022).
Denni juga tidak menyalahkan bahwa area publik juga harus menjadi daerah estetik dan menarik bagi masyarakat.
“Tapi jangan dilupakan, bahwa itu bukan yang utama. Yang utama itu ruang terbuka hijau supaya orang dengan adanya pepohonan itu bisa berteduh. Apalagi dengan tanaman yang berbunga dan rindang, akan mendatangkan satwa seperti burung, kupu-kupu dan hewan lainnya,” katanya.
Ia mengatakan, ruang publik yang merupakan ruang terbuka hijau itu bisa berbentuk taman kota, bisa berbentuk hutan kota, bisa berbentuk kebun kota.
“Taman kota contohnya, di Kota Bandung ada Tegallega. Kalau berbicara area Sabuga Kota Bandung, itu hutan kota. Jadi ruang terbuka hijau itu lebih dominan pepohonannya,” katanya.
Denni melihat ruang terbuka hijau, khususnya di kota-kota kecamatan Kabupaten Bandung sangat minim sekali. “Kalau pun ada itu bukan didesain untuk ruang terbuka hijau. Misalnya, kawasan hijau di wilayah-wilayah pemakaman umum. Misalnya pemakaman umum Kondang Majalaya, saya lihat itu bisa jadi ruang tebuka hijau,” tuturnya.
Apalagi, kata dia, di sekitar kawasan itu ada jalan inspeksi, sehingga orang bisa melihat ruang tebuka hijau tersebut. “Ada kerindangan pepohonan di kawasan pemakaman itu, bisa menjadi ruang terbuka hijau,” kata Denni.
Ia pun sempat menyikapi kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang menyebutkan kala menjabat bahwa pohon-pohon dengan diameter di atas 30 cm menjadi aset kota. Presiden Gus Dur di antara pemimpin yang peduli lingkungan.
“Itu merupakan landmark kota, sehingga pepohonan itu harus dijaga dan menjadi ikon kota. Pohon yang menjadi landmark kota bisa menjadi ciri kota,” ujarnya.
Denni pun menyebutkan para orang tua terdahulu, bahwa pohon-pohon di kawasan kota itu menjadi tempat orientasi. “Dalam kontak itu, ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung sangat minim. Saya berharap ada perda yang mengatur luasan ruang terbuka hijau,” katanya.
Dia pun melihat di Alun-alun Majalaya, terdapat banyak pohon, di antaranya pohon bungur dan pohon lainnya. Sementara di Alun-alun Ibun, walau ada pohon tetapi relatif pohon-pohonnya belum besar.
“Sementara Kecamatan Paseh belum punya alun-alun. Idealnya harus memiliki ruang publik ruang terbuka hijau,” katanya.
Ia juga berharap ada aturan untuk pengamanan pohon-pohon tersebut, terutama pohon yang sudah tua di jalur lalulintas kendaraan. “Apakah pohon itu ditebang habis, atau cukup dipangkas,” katanya.
Denni juga melihat bahu jalan yang merupakan kawasan penghijauan atau untuk tanaman, berebut dengan pembuatan trotoar, saluran drainae, pemasangan kabel telepon, kabel listrik dan lainnya.
“Harus ada eduksi juga ke teman-teman penggiat lingkungan dalam menenam pohon di pinggir jalan itu harus disesuaikan dengan karakteristik lingkungannya. Supaya tidak mengganggu lalulintas. Seperti pohon yang ditanam di sepanjang jalan Pacet dan Kertasari, sudah bagus dan tak menganggu lalulintas kendaraan,” katanya.
Ia juga sangat menyayangkan ketika ada penebangan pohon di ruang publik yang dinilai tidak menganggu sebagai sarana publik. “Kalau melihat batangnya masih cukup bagus, pohon itu cukup dipangkas saja dan tak ditebang habis. Jika dilakukan penebangan habis sangat disayangkan sekali,” tuturnya. ***