IBUN,balebandung.com Anak-anak difabel dan anak wanirobah bakal memiliki Rumah Singgah Otjih (Bapak Oman/Ibu Tjitjih/almarhum) di Kampung Lampegan RT 01/RW 04 Desa Lampegan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung. Pada Kamis (1/9/2022), Rumah Singgah Otjih itu mulai dibangun secara permanen dibawah naungan Yayasan An-Nur Ibun yang bergerak dalam bidang pendidikan.
Rumah Singgah Otjih itu berharap pembangunnya segera selesai untuk sarana anak-anak istimewa (difabel) maupun anak-anak jalanan atau anak punk yang sama-sama membutuhkan perhatian.
Untuk mengawali pembangunan Rumah Singgah Otjih itu, diawali dengan doa bersama dan potong tumpeng yang dihadiri sejumlah pihak.
Pengelola/Pendiri Pembangunan Rumah Singgah Otjih, Yanti Lidiati mengatakan pembangunan Rumah Singgah Otjih itu untuk memfasilitasi 15 orang anak-anak istimewa calon penghuni surga di masa mendatang. Selain Rumah Singgah Otjih, di sekitar lokasi itu akan dibangun asrama dengan menempati sebagian lahan milik orang tua kandung Yanti Lidiati. Dengan harapan mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah SWT.
“Rumah singgah ini untuk anak-anak hebat berkebutuhan khusus,” kata Yanti Lidiati kepada wartawan di sela-sela pelaksanaan pembangunan Rumah Singgah Otjih tersebut.
Yanti Lidiati yang sedang melanjutkan kuliah jenjang doktoral diusia yang tidak muda dengan mengambil jurusan Pendidikan Masyarakat ini, mengatakan, pembangunan Rumah Singgah Otjih hasil dari swadaya keluarga, orangtua anak anak dan dibantu PT Pertamina Geothermal Energy.
“Anak-anak bisa menempati rumah singgah ini, setelah selesai dibangun. Saya punya prinsif, ada Allah SWT, enggak usah takut membangun rumah singgah. Insya Allah akan segera selesai,” katanya.
Yanti berharap rumah singgah yang dibangun ini, dapat memberdayakan anak-anak jalanan atau anak punk, untuk berkarya dan tidak lagi berada di jalan.
“Nantinya anak-anak jalanan itu diarahkan untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), atau membuat sebuah produk UMKM. Nantinya akan disiapkan galeri untuk menampung produk yang dihasilkan anak-anak punk itu, sesuai dengan potensi masing-masing,” katanya.
Menurutnya, dari 35 anak punk atau anak jalanan yang dibina itu, belasan orang sudah mau merubah kebiasaan dan penampilan dirinya. “Dari kondisi rambut sudah terlihat rapih dan tak mau kembali lagi ke jalanan. Saya melihat di antara mereka kepalanya sudah botak, itu yang saya apresiasi karena mereka sudah mau berubah,” katanya.
Yanti pun berharap dengan adanya pembangunan rumah singgah untuk anak-anak difabel yang dikolaborasikan dengan anak-anak punk ini, supaya anak-anak jalanan bisa menjadi guru atau teman dalam kesehariannya. Untuk diketahui bahwa anak-anak difabel itu ada kelebihan dalam penginderaan.
“Insting mereka itu akan tahu, mana yang senang ke dirinya maupun tidak. Anak-anak disabilitas itu sangat peka,” katanya.
Yanti berharap dengan adanya program pentahelik dalam pembangunan rumah singgah itu, dapat meningkatkan ketahanan keluarga, khususnya bagi kaum difabel.
“Anak-anak punk dan anak-anak disabilitas itu, setelah bangunan selesai bisa ditampung disini. Itu sebagai bentuk perhatian kita terhadap mereka,” katanya.
Ia berharap dengan adanya pembinaan kepada anak-anak berkebutuhan khusus itu, mereka bisa mandiri dan bergerak dengan anggota tubuhnya sendiri.
“Saat ditinggal orang tuanya, mereka bisa hidup mandiri. Soalnya, mereka tak berpikir duniawi atau materi, tapi bagaimana bisa bertahan hidup dan bisa mandiri,” katanya.
Ia pun mengatakan, dalam memberikan perhatian kepada anak-anak berkebutuhan khusus, bukan memberikan uang, tapi memberikan perhatian khusus karena mereka butuh perhatian.
Sementara itu, Pegiat Anak Berkebutuhan Khusus Denni Hamdani mengatakan, anak-anak berkebutuhan khusus itu tak butuh pendidikan tinggi, melainkan mereka berharap bisa meningkatkan kemampuan.
“Untuk rumah singgah itu, sebelumnya memanfaatkan rumah kosong. Anak&anak yang ada di dalamnya dibina atau diajarkan dalam fotografi, pelatihan P3K, sampai dia jadi mentor,” kata Denni.
Denni mengatakan, anak-anak berkebutuhan khusus bisa diajarkan untuk bertani sederhana, selain dilatih kebencanaan.
“Itu bisa diajarkan di rumah singgah, selain bagian dari area rumah singgah itu untuk taman bacaan masyarakat,” katanya.
Denni pun menyerahkan sejumlah buku sebagai bahan bacaan di lingkungan taman baca masyarakat. “Pendidikan difabel itu menjadi nilai tambah, bagi mereka dari anak-anak normal lainnya. Tentunya disesuaikan dengan potensi di dalam dirinya. Anak-anak difabel itu, bagaimana aman untuk dirinya,” katanya.
Denni pun menyebutkan anak-anak difabel merupakan anak-anak istimewa dan generasi yang mandiri.
“Mereka tak perlu dibekali yang muluk-muluk dan mereka tak bisa bersaing dengan orang normal, karena dalam kesehariannya perlu pengawasan ekstra,” katanya.
Untuk itu, Denni sangat mengapresiasi ketika Yayasan An-Nur Ibun membuat rumah singgah yang dikolaborasikan antara anak-anak jalanan dan difabel. “Ini sangat luar biasa dalam membentu masyarakat. Proses ini perlu ditularkan kepada masyarakat lainnya, bagian dari kegiatan sosial,” katanya. ***