BANDUNG,balebandung.com – Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Deding Ishak meminta kepada Pemerintah dan DPR RI untuk mengkaji lagi kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang mencapai Rp 69 juta.
Deding menilai kenaikan itu tidak adil karena dibebankan kepada calon jemaah haji.
“Seharusnya pemerintah mencari solusi cerdas tanpa memberatkan calon jemaah haji seperti memperpendek masa tinggal jamaah dari 40 hari menjadi 25 hari sehingga dapat menurunkan beban biaya lainnya seperti konsumsi, akomodasi dan transportasi,” tutur Deding di Bandung, Minggu (22/1/2023).
Oleh sebab itulah, Deding meminta Pemerintah Cq Kemenag dan Komisi VIII DPR RI untuk mengkaji besaran kenaikan Bipih tersebut. Kenaikan itu tidak bijak karena kondisi ekonomi masyarakat belum pulih pasca pandemi.
“Bayangkan saja kalau tahun kemarin (1443H/2022M) Bipih sebesar Rp 39 juta kemudian tahun ini (1444H/2023M) naik menjadi Rp 69 juta, itu kenaikannya hampir dua kali lipat. Padahal selisih keberangkatannya hanya satu tahun, seharusnya tidak sebesar itu sekalipun untuk kepentingan rasionalisasi dana haji,” ungkap Deding.
Terlebih, Deding yang juga mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini menambahkan, banyak jemaah haji yang seharusnya berangkat tahun lalu terkendala oleh pembatasan kuota dan usia.
“Karena adanya kebijakan pembatasan kuota hanya sekitar 50 persen dan pembatasan usia maksimal 65 tahun, menjadi tidak adil ketika mereka harus berangkat tahun ini dikenakan Bipih Rp 69 juta. Kenaikan Bipih yang dibebankan kepada jemaah tidak tepat dilaksanakan tahun ini. Saya Usul kalaupun untuk kepentingan rasionalisasi agar dilakukan secara bertahap dengan terlebih dahulu disosialisaikan kepada masyarakat,” ujarnya lagi.
Deding yang juga mantan Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah ini mengakui bahwa komponen perjalanan ibadah haji seperti penerbangan, pemondokan dan catering senantiasa naik setiap tahunnya. Hal itu pula yang mengakibatkan komponen perjalanan haji meningkat menjadi Rp 98 juta untuk setiap jamaahnya.
Menurutnya, dengan pembayaran Bipih hanya Rp 39 juta per jamaah seperti tahu lalu, penggunaan nilai manfaat dana haji akan semakin besar.
“Memang kalau penggunaan nilai manfaat terlalu besar, apalagi sampai menggerus dana pokok dari dana haji, tentu saja hal ini akan mengancam keberlangsungan atau kontinuitas penyelenggaraan ibadah haji. Karena bisa saja dana haji untuk jamaah yang akan berangkat 10-20 tahun yang akan datang terkuras habis. Maka itu diperlukan rasionalisasi, tentu yang tidak memberatkan calon jemaah misalnya dengan melakukan kenaikan secara bertahap dan berkesinambungan sampai dana haji benar-benar berada di angka yang stabil,” tutur Deding.***